Thursday, November 24, 2011

Gone

Senin, 24 Oktober 2011 - 11.35pm

Masih jelas di ingatan saya missed call dari rumah. Telefon-telefon yang nggak saya angkat dan akhirnya berbuah BBM dari adek. Isinya singkat tapi bikin saya terdiam dan rasa campur aduk. "Kak pulang. Bapak udah nggak ada" Rasanya nggak percaya sampai akhirnya saya lihat sendiri sosoknya yang terbujur hampir kaku di kamar.

Hari ini, sebulan tepat bapak pergi. Rasa nggak percaya dan seperti mimpi itu masih terus ada. Kadang di saat lagi sendiri, saya keinget semua yang pernah terjadi terutama 3 bulan kemarin. Saya nggak tau apa tepatnya yang saya rasa. Terkadang sedih yang menyakitkan, penyesalan tapi kadang juga ada rasa marah dan kecewa. Pingin teriak tapi nggak bisa. It keeps haunting me.

Begitu banyak 'kenapa' yang bikin kepala sesak. Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan. Begitu sering saya ngebayangin apa yang akan terjadi kalau bapak nggak ada. Sekarang setelah terjadi, ternyata blur. Mendadak seisi rumah seperti sibuk dengan (memendam) pikirannya dan kesedihannya masing-masing.

Mama....setiap kali pulang ke rumah, rasanya ngilu lihat dia. Kuyu dan nggak ada semangat. Mama dan saya sama. 2 bulan sampai saat-saat terakhir, kita berdua nggak diajak ngomong.

Rest in peace, pak. Tenanglah jiwamu di sana.

ini rumahmu yang terakhir pak. seperti yang bapak minta

 keiko sama tegar tanam bunga bakung, pak.
katanya harus tumbuh. semoga ya

di jakarta panas ya, pak. di sini pemandangannya bagus banget

lihat kita, pak! tanpa mongga dan chaya karena
mereka harus sekolah

kita dateng lagi, pak. besoknya kita udah harus pulang.

ini aku :(

Wednesday, November 23, 2011

Rumah Adat di Kudus

Secara mendadak, weekend 2 minggu lalu saya ikut berangkat ke Semarang. Berlima kita berkendara lewat jalur pantura. Setelah bertahun-tahun, baru kali itu saya lewat sana lagi. Sekelebatan ada memori yang singgah. Jadi inget waktu dulu mudik ke Malang naik bus malam. Perjalanan yang amat sangat bikin capek tapi sekarang saya rindukan :)

Ternyata masih sama seperti dulu. Jalur Cirebon, Indramayu dan Pekalongan adalah rute yang membosankan dan selalu bikin ngantuk. Sepertinya panjang banget dan nggak ada ujungnya.

Oh ya, nggak terlewatkan Alas Roban yang sekarang udah berubah banget! Nggak seserem dan berkelok-kelok mengerikan seperti dulu. Tapi pohon-pohon jati itu masih menjulang tinggi. Walaupun (sepertinya) nggak selebat dulu.

Selama kunjungan singkat itu (berangkat Jumat sore, balik lagi Minggu siang) kita sempat ke Jepara juga. Nah, yang bikin saya terkesan adalah waktu masuk Kudus. Semua atap rumahnya unik. Bentuknya tinggi, nggak seperti atap rumah pada umumnya, dan ada banyak ukiran-ukuran di pinggirannya. Ngeliat atap-atap itu, ada rasa takjub dan penasaran.

Sayangnya, saya nggak berhasil nemu arti ukiran-ukiran itu di internet. Yang banyak saya dapet hanya makna dari rumah adat Kudus seperti yang saya kutip dari http://kudusweb.net/serba-serbi/kudus/rumah-adat-kudus

Rumah Adat Kudus merupakan salah satu rumah tradisional yang terjadi akibat endapan suatu evolusi kebudayaan manusia, dan terbentuk karena perkembangan daya cipta masyarakat pendukungnya. Menurut kajian historis-arkeologis, Rumah Adat Kudus ditemukan pada tahun 1500an M dan dibangun dengan bahan baku 95% berupa kayu jati (Tectona grandis) berkualitas tinggi dengan teknologi pemasangan sistem “knock-down” (bongkar pasang tanpa paku). Proses akulturasi arsitektur tradisional asli Kudus memakan waktu yang cukup panjang, mengingat banyaknya kebudayaan asing (Hindu, Cina, Eropa, dan Persia / Islam) yang masuk ke kawasan Kudus dengan waktu yang cukup panjang. Rumah Adat Kudus, dengan atapnya yang berbentuk “Joglo Pencu”, memiliki kekhasan (keunikan) dibandingkan rumah-rumah adat yang lain di Indonesia. Seni ukir Rumah Adat Kudus merupakan seni ukir 4 (empat) dimensi dengan bentuk ukiran dan motif ragam hiasnya merupakan gaya perpaduan seni ukir Hindu, Persia (Islam); Cina, dan Eropa, dengan tetap ada nuansa ragam hias asli Indonesia. Keunikan Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik untuk dicermati adalah kandungan nilai-nilai filosofis yang direfleksikan rumah adat ini.

Misalnya bentuk ukiran dan motif ragam hias ukiran, seperti pola kala dan gajah penunggu, rangkaian bunga melati (sekar rinonce); motif ular naga, buah nanas (sarang lebah); motif burung phoenix, dan lain-lain. Tata letak rumah adat, misalnya arah hadap rumah harus ke selatan, dengan maksud agar pemilik rumah tidak memangku G. Muria (yang terletak di sebelah utara) sehingga tidak memperberat kehidupan sehari-hari.

Tata ruang rumah adat, misalnya :
•jogo satru / ruang tamu dengan soko geder-nya / tiang tunggal sebagai simbol bahwa Allah SWT itu Tunggal/Esa dan penghuni rumah harus senantiasa beriman dan bertakwa kepada-Nya;

•gedhongan dan senthong / ruang keluarga dengan 4 buah soko guru-nya. Tiang berjumlah 4 sebagai penyangga utama bangunan rumah melambangkan agar penghuni rumah menyangga kehidupannya sehari-hari dengan mengendalikan 4 sifat manusia : amarah, lawamah, shofiyah, dan mutmainnah;

•pawon / dapur;

•pakiwan (kamar mandi) sebagai simbol agar manusia membersihkan diri baik fisik maupun ruhani.

Tanaman di sekeliling pakiwan, misalnya :
•pohon belimbing, yang melambangkan 5 rukun Islam.
•pandan wangi, sebagai simbol rejeki yang harum / halal dan baik.
•bunga melati, yang melambangkan keharuman, perilaku baik dan berbudi luhur, serta kesucian abadi.

Kekhasan (keunikan) Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik adalah tatacara perawatan rumah adat yang dilakukan oleh masyarakat pemiliknya sendiri dengan cara tradisional dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Jenis bahan dasar yang digunakan untuk perawatan Rumah Adat Kudus merupakan ramuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman empiris pemiliknya, yaitu ramuan APT (Air pelepah pohon Pisang dan Tembakau) dan ARC (Air Rendaman Cengkeh). Ramuan ini terbukti efisien dan efektif mampu mengawetkan kayu jati, bahan dasar Rumah Adat Kudus, dari serangan rayap (termite) dan sekaligus meningkatkan pamor dan permukaan kayu menjadi lebih bersih, karena ramuan APT dan ARC dioleskan berulang-ulang ke permukaan dan komponen-komponen bangunan kayu jati.

Rumah Adat Kudus terletak di kompleks Museum Kretek dan juga terdapat di sebelah selatan Menara Kudus serta di Puri Maerokoco Semarang.

Upaya pelestarian Rumah Adat Kudus sebagai warisan budaya bangsa dan peninggalan sejarah telah dilakukan masyarakat Kudus dengan merelokasi Rumah Adat Kudus yang dibuat pada tahun 1828 M di kompleks Museum Kretek Kudus.

Sayangnya lagi, saya nggak bawa kamera. Gambar yang saya ambil dari web ini kurang greget ukirannya :(