Friday, March 02, 2012

Kedai 1001 Mimpi vs Cookie

Kali ini cerita tentang buku. Selasa lalu iseng masuk Gramedia, Plaza Semanggi dan berbuah 2 novel. Sebenernya cuma pingin liat-liat aja tapi ternyata godaannya kenceng banget. Jadi sekarang mau review novel-novel itu yang habis hanya dalam waktu 2 hari saja (efek nganggur di kost dan kantor).

Kedai 1001 Mimpi
Valiant Budi

Ini buku pertama yang aku selesaiin. Kisah nyata anak Indonesia yang hobi nulis dan tergila-gila dengan dunia Timur Tengah. Akhirnya melamarlah dia jadi TKI. Mulai dari bersaing dengan ribuan calon pekerja dan penantian yang cukup panjang, sampai akhirnya dia diterima jadi Barrista di Dammam. Di novelnya sih disebutin nama coffee shopnya Sky Rabbit tapi karena dibilang kantor pusatnya di US, dugaanku sih itu Starbucks :)

Perjalanan kerja yang nggak mulus. Status Barrista alias tukang racik kopi tapi day to daynya malah ngepel, nyapu, bersih-bersih dll. Ngadepin supervisor yang tengil, rekan kerja yang nggak asik, pembeli yang bawel dan rasis, sistem kerja yang ajaib banget (di situ ditulis demi neken budget dan bisa dapet bonus besar, sampai-sampai semuanya di daur ulang. Gelas kertas dan sedotan dicuci ulang, tisu yang masih bersih dipakai lagi, susu dan kue basi juga masih dijual), dan kenyataan ternyata di dunia sana itu banyak homonya bikin Vibi aka Valiant nggak betah. Deportasi adalah hal yang ditunggu.

Beruntung masih punya temen-temen sebangsa setanah air yang bisa ngobatin semua kepenatan hati dan emosi. Ada teh Yuti yang ex pembantu tapi akhirnya bisa jadi istri kesekian majikannya, ada mas Blitar yang supir dan harus 'ngeladenin' semua majikan perempuannya termasuk temen-temen si majikan demi bisa kerja dan nggak difitnah, ada juga Bambang yang gay. Belum termasuk temen-temen 1 apartemennya.

Akhir ceritanya sih, dia balik ke Indonesia for good.

Dari sisi cerita, Valiant bisa bikin alurnya enak dibaca. Ceritanya dikemas ringan, lucu tapi juga getir. Kelihatan banget kalau dia suka dengan kata berima. Tapi sayangnya selalu ada di setiap paragraf, jadi agak sedikit keganggu bacanya. Dan sayang juga, foto-foto yang dipasang ukurannya mini banget dan nggak berwarna. Jadi terkesan cuma buat pemanis dan agak low budget.


Cookie
Jacqueline Wilson

Sejujurnya, beli buku ini pertama kali karena tergoda covernya. Lucu banget. Abis itu ngintep dalemnya. Eh, kok kayaknya menarik. Kayak buku cerita anak-anak padahal ditaruhnya campur sama novel-novel dewasa. Sempat bingung di antara 2 pilihan - ini atau Pride & Prejudice.

Novel ini tentang anak perempuan kecil bernama Beauty yang tinggal di rumah bernama Happy Home bareng papanya, Gerry Cookson, dan mamanya, Dillys. Karena wajahnya yang berbanding terbalik dengan namanya, akhirnya dia sering di-bully sama temen-temen sekelasnya dengan panggilan Ugly Wugly.

Cerita tentang gimana Beauty selalu tersiksa di sekolah dan kepingin banget bisa sahabatan sama Rhona yang sebenernya udah sahabatan dari TK sama Skye  - anak perempuan yang paling sering jahatin Beauty. Tapi Rhona ini baik. Masih mau temenan sama Beauty. Gimana ngefans-nya dia sama acara TV Sam & Lilly.

Di sekolah nggak happy, di rumah apalagi. Mr. Cookson galak banget dan sadis. Kelinci kecil hadiah ulang tahun Beauty dari Rhona dibiarin lepas dari kandangnya sampai akhirnya mati dimakan musang dan kepalanya tinggal setengah (gila...serem aja penggambarannya). Si Mr. Cookson juga galak sama istrinya (pakai acara nampar segala, semua cookies buatan Dillys dibuang dan diinjek).

Akhirnya, Dillys dan Beauty keluar dari Happy Home dan 'terdampar' di Rabbit Cove. Ketemu Mike si pelukis yang punya wisma penginapan. Dillys sempat jadi pelayan di tempat Mike sampai akhirnya cookies buatan dia ngetop.

Whoaaa.....ini cerita anak-anak yang paling menyedihkan dan menyeramkan. Nggak cocok buat anak-anak. Tapi ilustrasinya bagus. Di tiap halaman mau pergantian bab, ada beberapa gambar lucu yang menggambarkan isi cerita di bab itu.


No comments: